Soal ‘Jalan Desa’ di Sawahdadap, Diduga Perbuatan Melawan Hukum

Sumedang, Pijarnusa.com – Berawal dari pernyataan pengacara CV Anugrah Putri yang mewakili kliennya yang menyebutkan jalan kp Pamatang mulai dari RT 01 RW 09 desa Sawahdadap sebagai “jalan desa”. Imbas dari ditegurnya karyawan CV Anugrah Putri oleh Usep Lala Sopandi SH,MH dan masyarakat RT 01 kp Pamatang lainnya yang mengklaim bahwa jalan yang digunakan lalu lalang kendaraan CV Anugrah Putri mengantar pesanan bahan material bangunan secara komersil, Usep Lala Sopandi melakukan pengaduan pelaporan ke Polres Sumedang dan Kejari dengan adanya perbuatan melawan hukum perihal “jalan desa”.

Ketika awal pembangunan toko bahan bangunan CV Anugrah Putri sudah mendapat penolakan dari 69 warga masyarakat dengan secara tertulis dan sempat dilaporkan kepada kepala desa Sawahdadap (26/09/2019) dan sempat dimusyawarahkan oleh kepala desa dengan menghadirkan masyarakat yang menolak pembangunan CV Anugrah, dari pihak Kepolisian (Polsek setempat), Koramil, dan pihak kecamatan, tapi tetap saja pembangunan CV Anugrah Putri dilakukan.

Disampaikan oleh Usep Lala Sopandi SH,MH, alasan penolakan pembangunan toko bahan material bangunan CV Anugrah Putri tersebut adalah langkah preventif dari berbagai hal yang dikhawatirkan juga alasan bahwa tidak layak adanya bangunan toko bahan bangunan material didepan tempat pelayanan publik.

“Kami khawatir akan debu yang ditimbulkan dari ketika pengangkutan semen dan khawatir terjadinya kecelakaan menabrak dengan lalu lalangnya mobil mobil besar pengangkut pasir, semen dan lainnya karena jalan tersebut digunakan anak anak sekolah dasar yang melintas yang antara bangunan sekolah dasar dengan material sangat berdekatan”, ujarnya.

Ditambahkan Usep Lala, dikarenakan berdekatan dengan Puskesmas dan Posyandu serta balai desa yang jelas kami rasa tidak nyaman akan debu yang beterbangan dari toko material tersebut itulah alasan penolakan kami tegasnya.

“Coba anda kroscek, jangankan se kabupaten bahkan se Indonesia pun saya rasa tidak ada bangunan toko bahan material bangunan yang berhadap-hadapan dengan kantor pelayanan publik atau balai desa”, tambahnya.

Alasan kuat untuk melakukan pengaduan pelaporan tentang “jalan desa” adalah dengan dokumen tanah hak milik yang dimiliki Usep Lala beserta keluarga besarnya dan tetangga serta masyarakat lainnya yang dapat dipastikan keabsahannya secara hukum, serta tidak merasa baik dirinya, keluarga nya atau tetangga yang termasuk di Rw 09 dan Rw 10, telah menjual, memberikan, atau menyewakan tanah hak milik mereka baik kepada desa ataupun orang tertentu hingga menjadi “jalan desa”.

Bahkan ketika pembangunan/perbaikan jalan Pamatang tersebut tidak dipasang papan pengumuman informasi keterbukaan publik darimana dana yang dipakai, berapa besar dana yang dipakai, dan akan menjadi apa.

“Jika pun dipasang papan pemberitahuan informasi publik ketika awal pembangunan/perbaikan jalan tersebut dan disebutkan sebagai jalan desa jelas kami tidak terima karena itu adalah tanah hak milik kami,” tandasnya.

Usep Lala Sopandi yang juga Pengacara/Advokat sangat menyayangkan dengan kinerja pihak kepolisian bagian Hamda, yang ketika dirinya melakukan pengaduan pelaporan pada tanggal (05/09/2019) yang secara tertulis setelah diterimanya pengaduan pelaporannya tersebut menyatakan akan menindaklanjuti per 14 hari setelah aduan tersebut diterima.

“Kami bahkan pernah mengkomunikasikan kepada pihak penyidik yang pernah meminta kami untuk mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat lainnya untuk dimintai keterangan terhitung dari sesudah 14 (empat belas ) hari aduan kami tapi sampai saat ini tidak ada tindaklanjut ataupun informasi”, tambahnya.

Usep Lala Sopandi ditemani 7 (tujuh) warga lainnya menemukan tentang “jalan desa” tersebut ketika mendatangi dan mendapat informasi dari kantor dinas Inspektorat Jendral dan DPMPD kab. Sumedang, yang berangkat dari pernyataan pengacara CV Anugrah putri dan belakangan ini diketahui pembangunan/perbaikan “jalan desa” tersebut memakan anggaran sebesar kurang lebih Rp.100.000.000,00 ( Seratus juta rupiah ).

“Kami melakukan pengaduan pelaporan karena kami meminta perlindungan hukum, kepastian hukum sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.

Dijelaskan oleh Usep Lala, jika sudah dianggap “jalan desa”, berarti tidak seorang pun berhak memakai atau menggunakan , menempati, dan dimiliki karena sudah menjadi tanah negara.

“Jelas-jelas ini lahan kami”, tegasnya.

Iwan Anom (50) membenarkan adanya informasi “jalan desa” ketika dirinya menemani Usep Lala ke dinas DPMPD.

“Padahal dari dulu sampai sekarang Sawahdadap tidak mempunyai jalan desa”, tegasnya.

Ditambahkan Iwan, apa yang dilakukan oleh Usep Lala tersebut sudah benar dengan melakukan pengaduan pelaporan, agar masalah ini tidak terkatung-katung dan cepat terselesaikan.

Sementara Wawang istri dari Wahyu pemilik CV Anugerah Putri ketika dikonfirmasi tidak bisa memberikan tanggapan terkait hal ini, dengan alasan suaminya sedang pergi dan dirinya tidak tahu menahu akan hal tersebut.

Ketika tim mendatangi kepala desa Sawahdadap untuk dikonfirmasi, orang Nomor 1 di Sawahdadap tersebut sedang tidak ada di rumahnya.(Asep Nana Saefulloh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *