Revisi UU Minerba Ketuk Palu, Kapitan Sultra: Banyak Madaratnya Dari Sebelumnya

Kendari – Koalisi aktivis pemerhati lingkungan dan pertambangan Sulawesi tenggara menyoroti kebijakan pemerintah pusat melalui persetujuan DPR- RI tentang revisi UU minerba no.4 tahun 2009. Hal ini mendapat kritikan pedas dari Presidium Kapitan Sultra Asrul Rahmani,ia mengatakan bahwa dengan diketuk palunya revisi UU minerba karpet merah terbuka luas untuk para pengusaha disektor pertambangan.

Ia menilai kebijakan ini dianggap banyak madaratnya (tidak bermanfaat, red) dari aturan awalnya sebelum UU ini direvisi. Itu tanpa alasan menurut dia revisi ini bukannya memperkuat namun banyak upaya pelemahan dari sisi lingkungan, sosial kemasyarakatan, dan sisi konsekuensi hukum buat pelanggar. Banyak pengurangan dalam UU sebelumnya ungkapnya.

“Setidaknya ada 15 poin yang kami nilai kurang maksimal, bahkan kesannya sangat menguntungkan dipihak pemilik kepentingan,” ujarnya.

Kapitan Sultra protes dengan hasil revisi UU minerba ini, seharusnya pemerintah dan DPR tidak gegabah dengan persoalan ini. Karena terdapat beberapa perubahan subtansi.Khususnya yang berkaitan kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomenklatur perizinan, hingga kebijakan divestasi saham.

“Salah satu poin perubahan di pasal 4 ayat 2 yang mengatakan pengalihan penguasaan mineral dan batubara dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.penguasaan yang dimaksud kapitan Sultra ialah dari pengelolaan, pengurusan, sampai pengawasan. Pertanyaannya, ini hanya menguntungkan pemerintah pusat, sementara daerahlah menerima imbasnya.apalagi corat marut dunia pertambangan akan menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat,dan juga lingkungan,” ucapnya.

Bukan itu saja, katanya, contohnya pada pasal 1 ayat 28a yang mengatur wilayah hukum pertambangan,ini mempersempit ruang gerak masyarakat bahkan sifatnya mengancam ruang hidup masyarakat. Dan pada pasal 169b,ini bagian rentetan bonus kemewahan buat pelaku investor.

“Kami merasa aneh dengan revisi ini,bahkan terkesan kian menyudutkan dari sisi lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Tapi pemangku pengeluaran serta pelaku usaha mendapat posisi istimewa. Yang lebih ironisnya lagi ada beberapa pasal yang dihapus yakni pada UU minerba sebelumnya pada pasal 165 yang mengatur sanksi tentang tindak pidana korupsi oleh pejabat negara.” Ujar aktivis pemerhati lingkungan dan pertambangan ini.

“Dengan adanya revisi UU minerba ini menandakan pemerintah pusat hanya mengedepankan aspek investasi, namun aspek lingkungan dan sosial kemasyarakatan,dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan menjadi terabaikan. Dan bukan itu saja hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik horizontal pemangku kepentingan dikemudian hari seiring dengan banyaknya investasi asing yang masuk,” tutupnya.(LS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *