Pers Dalam Menggaungkan Semangat Nasionalisme atau Kebangsaan

OPINI295 Views

Semangat nasionalisme atau kebangasaan harus terus digaungkan, dipupuk sekaligus ditumbuh kembangkan dalam berbagai kesempatan. Salah satu unsur yang dapat berperan penting dalam menggaungkan semangat nasionalisme adalan insan pers. Insan pers dengan tulisannya dapat mendorong masyarakat untuk mencintai negara dan bangsanya lewat berbagai peran yang berbeda.

Kesadaran untuk mencintai bangsa dan negaranya dapat terpercik dari bagaimana insan pers mampu mempengaruhi cara pandang sekaligus cara berpikir masyarakat. Gaung nasionalisme yang kuat, akan menciptakan stabilitas tatanan sosial yang dibutuhkan sebagai fondasi pokok dalam menghadapi tantangan dan gejolak dinamika percaturan global.

Ruang jurnalistik dalam menggaungkan semangat nasionalisme sangat terbuka lebar di alam demokrasi negara Indonesia tercinta ini. Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia sangat menjunjung tinggi kebebasan pers dimana kebebasan pers dan perlindungan terhadap profesi pewarta dijamin dalam Undang-undang.

Jauh menelisik ke belakang, peran pers Indonesia sudah terbukti pernah menggelorakan semangat nasionalisme di masa perjuangan melawan penjajah. Pada waktu itu orang Indonesia sendiri lah yang menerbitkan puluhan surat kabar dan majalah. Di masa itu, surat kabar serta majalah lebih banyak berisi bahasa-bahasa yang menyerukan agar rakyat Indonesia mulai bangkit dan bersatu-padu dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan kapitalisme Belanda.

Ketika masyarakat sudah bangkit dan mencoba melawan penjajahan, sudah pasti kemiskinan, kesengsaraan, dan kesenjangan ekonomi pun perlahan menghilang. Melalui pers, perkembangan setiap pergerakan dapat segera diketahui masyarakat, baik masyarakat pergerakan maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, masyarakat mulai sadar betapa pentingnya peran pers dalam membantu perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan.

Masuk kembali di masa sekarang musuh bersama bukan lagi kaum penjajah tapi ancaman radikalisme dan terorisme yang sifatnya destruktif dan memecah belah bangsa. Kunci penting dalam melawan ancaman radikalisme dan terorisme tersebut adalah nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan.

Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H mengatakan nasionalisme dan kebangsaan memiliki hubungan erat dalam mencegah terorisme. Dua unsur prinsipil itu dinilai dapat memperkuat rasa cinta terhadap negara dan bangsa, memicu gairah akan toleransi dan keragaman, memperkuat identitas bangsa, serta meningkatkan solidaritas nasional.

“Gaung nasionalisme dapat memperkuat ketahanan bangsa dengan membangun rasa identitas dan kesatuan sebagai bangsa, memotivasi masyarakat untuk berperan dalam pembangunan dan mempertahankan kepentingan nasional, serta memelihara dan meningkatkan nilai-nilai budaya atau tradisi bangsa. Ini dapat membantu mengatasi masalah-masalah internal sekaligus juga meningkatkan daya tahan terhadap pengaruh negatif dari luar,” kata Boy.

Dalam rangka memperkuat semangat nasionalisme dan kebangsaan, BNPT sebagai leading sector penanggulangan terorisme terus-menerus melakukan ikhtiar untuk menggalang simpati dan rasa cinta masyarakat termasuk dengan cara menggaungkan narasi-narasi kebangsaan lewat vaksin Tranformasi Wawasan Kebangsaan. BNPT RI akan menyasar pada upaya Penguatan Paradigma Nasional, Penguatan 4 Konsensus Nasional Bangsa Indonesia dan Penguatan Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.

Dengan konsep Pentahelix Penanggulangan Terorisme, BNPT akan melanjutkan kerja sama yang telah berlangsung dengan berbagai pihak di bawah payung Sinergisitas Kementerian/Lembaga seperti halnya dengan membuka dan menyelenggarakan Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI (Warung NKRI).

“Dengan seluruh stakeholder perlu kerja sama dengan seluruh pihak bahkan luas sekali karena cakupan ancaman bisa masuk kesemua pihak elemen bangsa,” jelasnya.

Sesuai mandat Undang-undang No 5 Tahun 2018 BNPT RI Pasal 43G memiliki wewenang dan tugas dalam merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.

 

Pelibatan Pers dalam Strategi Pentahelix (Multipihak) Penanggulangan Terorisme

Lewat strategi kolaborasi pentahelix, BNPT bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk entitas pers yang memiliki peran penting untuk menggiring opini publik di era modern saat ini. Pers menurut Boy, memiliki tanggung jawab besar dalam membantu mendorong keutuhan bangsa lewat narasi-narasi kebangsaan.

“Pers pertama-tama bertanggung jawab kepada publik. Di sisi lain, publik sangat membutuhkan rasa aman dan nyaman dalam setiap aktivitasnya. Upaya insan pers di Indonesia yang sejauh ini telah terbukti berhasil ikut menciptakan ketentraman dan ketertiban harus diapresiasi. Namun sejalan dengan itu, pers juga diharapkan dapat terus menciptakan dan mendorong narasi-narasi kebangsaan terutama di tengah tantangan dinamika arus informasi yang semakin deras mengalir dan sangat berpotensi memperuncing polarisasi sosial,” ujar Boy Rafli.

Kepala BNPT mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi pers sebagai media massa arus utama hari ini adalah menjamurnya platform media baru yang menjadi sarana sirkulasi informasi di media sosial. Watak informasi media sosial yang tidak terverifikasi kerap kali membuat masyarakat termakan berita bohong alias hoaks. Konsekuensi hoaks tersebut bahkan tak jarang memantik perpecahan atau polarisasi. Kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut akan menurunkan kualitas demokrasi dan manusia Indonesia. Lebih buruk lagi, arus keterbukaan informasi di media sosial ini juga kerap dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menciptakan benih-benih radikal terorisme.

Media sosial kini menjadi faktor penting dalam penyebaran radikalisme di Indonesia, Hal ini didukung oleh pemakaian internet di Indonesia yang menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Data menunjukkan jika pemakai internet di Indonesia
yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia atau APJII pada 2022 sebanyak 210 juta orang atau sebesar 77,02 persen dari penduduk Indonesia. Angka tersebut naik dibandingkan periode sebelumnya sekitar 73,7 persen (196,71 juta jiwa), dan 2018 penetrasinya hanya sebesar 64,8 persen (171,17 juta jiwa). Sebagian besar pengguna internet di Indonesia menggunakan internet.

Sementara itu 7 dari 13 kasus teror lone wolf di Indonesia, pelakunya terpapar paham radikal melalui sosial media/internet, dan tanpa bergabung langsung dengan kelompok atau organisasi terorisme. Tujuh pelaku serangan teror lone-wolf diketahui terpapar secara mandiri (swa-radikalisasi) dengan mengakses konten-konten dari akun media sosial kelompok radikal transnasional.

Di tengah kondisi seperti ini, edukasi menjadi hal yang sangat penting. BNPT lewat program kontra radikalisasi turut mengedukasi masyarakat secara berkelanjutan untuk mereduksi pengaruh narasi-narasi yang diciptakan kelompok radikal intoleran.

“Dalam kontra radikalisasi, dalam kontra narasi khususnya untuk konten-konten yang dapat mengklarifikasi, menetralkan propaganda jaringan teroris, kami pun tentu membutuhkan dukungan media massa,” ujar Kepala BNPT.

Boy menyebut sejatinya kelompok jaringan teroris menginginkan narasi pemberitaan dari media massa maupun media sosial yang dapat menyebarkan propaganda mereka hingga menimbulkan rasa takut yang meluas di tengah masyarakat. Melihat ancaman bahaya tersebut BNPT terus berupaya menyampaikan pesan-pesan damai melalui media massa dan media sosial agar masyarakat tidak mudah terpedaya.

“Karena dengan menggunakan media, maka pesan-pesan BNPT atas nama negara bisa sampai kepada masyarakat luas sehingga masyarakat tidak begitu saja percaya ajakan kelompok jaringan teroris untuk melakukan aksi kekerasan yang menurut mereka dibenarkan dalam pencapaian tujuan,” katanya.

HPN Sebagai Tonggak Refleksi Kebangsaan

Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang diselenggarakan setiap tanggal 9 Februari menurut Boy menjadi momen refleksi tersendiri bagi insan pers di tanah air. Sesuai Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985 telah diakui “Bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.”

Seturut dengan afirmasi negara, Boy memandang salah satu cara refleksi yang dapat dilakukan insan pers ialah dengan berkaca pada sejarah pers nasional. Pers Indonesia di era kiwari menurut Boy menghadapi tantangan berbeda. Namun demikian, tujuan fondasional yang hendak dicapai pers nasional sepanjang lintasan sejarah tetaplah sama, yakni menjaga keutuhan dan mendorong kemajuan bangsa dalam berbagai segi.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi pers masa kini menurut Boy adalah tren banjir arus informasi yang terbendung. Fenomena yang oleh para pakar disebut menandai era “post truth” ini turut memantik kesadaran akan pentingnya entitas pers yang dikelola secara profesional, independen, objektif, dan kredibel.

Post truth adalah suatu era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran. Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial membuat informasi menjadi jauh lebih riuh dan bising. Tiap menit ada foto atau status baru yang di-update, beredar berita atau tips terbaru atau yang di-renewal, bahkan berita yang beranak pinak. Di zaman now, media sosial yang lintas tanpa batas, video apa saja bisa “bersliweran” di akun platform kita. Satu jam akun kita sign out, sewaktu sign in langsung dipenuhi dengan video-video terbaru. Jadi, putaran informasi saat ini bergerak sangat cepat. Putaran gelombang dan ombak inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kebohongan-kebohongan buatan yang menggiring publik untuk berasumsi bahwa kebohongan tadi adalah kebenaran.

“Ini adalah tantangan relatif baru yang tidak pernah muncul sepanjang sejarah panjang pers nasional. Ini bukan hanya tantangan bagi insan pers, namun juga bagi seluruh elemen bangsa yang peduli dengan kondusifitas dan kedaulatan bangsanya.”

Perang melawan hoaks dan disinformasi merupakan salah satu artikulasi dari perjuangan pers nasional pada saat ini, sekaligus menjadi sarana refleksi kebangsaan insan pers yang akan ikut menentukan wajah bangsa Indonesia di masa depan.

Bak virus, hoaks dan disinformasi adalah epidemi bagi demokrasi. Pers yang sejak lama telah diyakini menjadi eleman pilar keempat demokrasi, mengemban tugas mulia berjuang bersama pemerintah dan masyarakat untuk mencegah degradasi kualitas demokrasi Indonesia.

Boy mengingatkan bahaya hoaks dan disinformasi ini harus menjadi salah satu fokus, terutama di tengah kondisi Indonesia akan menghadapi tahun politik 2024. Diharapkan semua pihak, terutama pers, bisa menjadi garda terdepan dalam mencegah terjadinya polarisasi.

Dalam rangka menghadapi tahun politik ini, BNPT juga telah memiliki program prioritas untuk semakin menggiatkan narasi dan penguatan wawasan kebangsaan terutama di tengah masyarakat. Langkah ini adalah upaya mitigasi awal untuk membendung risiko arus polarisasi yang bisa memicu aksi-aksi kontraproduktif masyarakat atau dimanfaatkan kelompok radikal intoleran untuk menjalankan aksinya.

“BNPT berencana untuk lebih meningkatkan narasi-narasi ini sehingga walaupun pesta demokrasi dijalankan, pilihan-pilihan politik diberikan kepada masyarakat, akan tetapi masyarakat kita tetap memiliki semangat persatuan kesatuan. Dan juga tentunya yang terpenting adalah bagaimana tidak dimanfaatkannya politik identitas tertentu untuk hal-hal yang dapat memecah belah bangsa kita,” kata Kepala BNPT.

Upaya menjaga dan meningkatkan martabat demokrasi nasional ini juga sejalan dengan ikhtiar bangsa lainnya. Pemerintah memiliki agenda besar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Potensi Indonesia untuk mencapai cita-cita nasional tersebut dipandang prospektif merujuk pada ketangguhan ekonomi Indonesia di tengah ancaman resesi global.

Sejumlah lembaga moneter dunia memproyeksi ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di tangan ancaman resesi. Padahal, diperkirakan sepertiga negara-negara di dunia bakal terdampak resesi. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 mencapai 4,8%. Asian Development Bank (ADB) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5%. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 sebesar 4,7%.

Resiliensi ekonomi nasional di tengah gejolak ekonomi-politik global ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Pers dapat menjadikan kabar ini sebagai narasi positif untuk meningkatkan nasionalisme dan rasa bangga masyarakat akan tanah air.

Lebih lanjut, Boy juga menekankan bahwa pers harus tetap kritis, berimbang, independen dan objektif. Kontrol sosial terhadap lembaga pemerintah maupun masyarakat harus tetap dijalankan sebagai cerminan jatidiri pers. Pers punya tanggung jawab mencegah oknum-oknum tidak bertanggung jawab meraih keuntungan sendiri dan mencemari perjuangan ratusan juta masyarakat Indonesia. Karena hal tersebut juga akan berdampak buruk bagi kemajuan bangsa dan mencederai rasa keadilan sosial yang dapat memicu tindakan agresif sekaligus menjadi wadah bagi bersemainya paham radikal intoleran.

“Pers yang kritis dan berimbang dibutuhkan masyarakat dan negara untuk menjembatani kepentingan masing-masing pihak. Bila dialog dijalankan dengan baik sesuai konstitusi dan Pancasila, maka hasilnya harus dihormati semua pihak dan dapat menghindari potensi aksi-aksi kontraproduktif,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *