Dr. Ahmad Yaniarsyah Hasan Sampaikan Duplik Hakim Jangan Ragu Memvonis Bebas

PALEMBANG – Setelah Selasa (7/6) Tim Jaksa Penuntut Umum Perkara Dugaan Korupsi PDPDE Sumsel menyampaikan replik atas pledoi pribadi dan tim penasihat hukum Dr. Ahmad Yaniarsyah Hasan SE MM, terdakwa menyampaikan duplik di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum, di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (8/6) siang.

Ahmad Yaniarsyah Hasan, melalui Tim Penasihat Hukumnya, Ifdhal Kasim SH LLM dan Aristo Seda SH di hadapan persidangan mengatakan, kami tim penasihat hukum Terdakwa Ahmad Yaniarsyah Hasan sangat sadar, bahwa Yang Mulia Majelis Hakim sangat perlu prinsip kehati-hatian (prudent) dan keyakinan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, agar tidak sampai salah dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap seorang terdakwa yang sebenarnya tidak bersalah. “Prinsip kehati-hatian itu sangat perlu mengingat perkara ini sangat menghebohkan dan menyita perhatian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Sumatera Selatan,” ujar Ifdhal Kasim kepada media ini Rabu (8/6) petang.

Mengutip Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, yang menjadi Tenaga Ahli Jaksa Agung RI pada zaman Jaksa Agung Baharuddin Lopa tahun 2001 pernah menyatakan, bahwa penghukuman terhadap terdakwa yang tidak bersalah dapat dikategorikan sebagai cold blooded execution (eksekusi berdarah dingin). Keyakinan Yang Mulia Majelis Hakim merupakan hal yang esensial dalam hukum acara pidana. “Hakim harus benar-benar yakin bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana, yang dalam teori hukum pidana dikenal dengan istilah beyond reasonable doubt atau alasan yang tak dapat diragukan lagi,” ujar pengacara yang Mantan Ketua Komnas Ham itu.

Didampingi Aristo Seda, lebih lanjut Ifdhal memaparkan, pihaknya selaku penegak hukum menyadari sekali, bahwa Majelis Hakim harus memperoleh keyakinan yang utuh dan terbebas dari keraguan dalam membuktikan apakah berdasarkan alat bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum benar-benar telah terjadi suatu tindak pidana, serta terdakwalah Ahmad Yaniarsyah Hasan bersalah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum. “Hal tersebut karena Yang Mulia Majelis Hakim secara tidak langsung terikat oleh asas “in dubio pro reo”, yang padanan dalam bahasa Inggris berbunyi “When in doubt, for the accused” yang artinya “dalam hal keragu-raguan hakim, maka diputus yang menguntungkan terdakwa,” imbuh Ifdhal.

Asas in dubio pro reo, terang Aristo Seda, pertama kali ditemukan dalam risalah seorang Ahli Hukum dari Milan yang bernama Egidio Bossi (1487-1546). Asas tersebut, menurut Tim Kuasa Hukum Ahmad Yaniarsyah Hasan, merupakan bagian dari intepretasi Hukum Romawi yang dilakukan oleh Aristoteles. “Secara sederhana asas “in dubio pro reo” tersebut bisa kita maknai sebagai: “jika ada keraguan mengenai suatu hal, hakim memutus dengan hal yang meringankan terdakwa, dengan kata lain jika hakim ragu-ragu, maka hakim dapat membebaskan terdakwa dari semua dakwaan.” Papar Aristo Seda.

Selesai Tim Penasihat hukum menyampaikan duplik, Ketua Majelis Hakim Joserizal SH MH, menunda sidang Rabu (15/6)a pekan untuk pembacaan vonis. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *