DPC Projo Muara Enim Meminta Hukum Mati Bagi Pelaku Korupsi Dana Covid 19

MUARA ENIM – (Pijarnusa) – Baru –baru ini Pemerintah Kabupaten Muara Enim menggelontorkan dana sebesar Rp 80 miliar yang akan dipergunakan untuk mengatasi bencana Covid-19 diwilayahnya. Besaran dana tersebut berasal dari refocusing anggaran belanja tak terduga, serta relokasi anggaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah (APBD) induk tahun 2020.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Muara Enim, Panca Surya Diharta mengatakan Pemkab Muara Enim menindaklanjuti Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Panca merincikan, anggara sebesar Rp80 miliar dari belanja tak terduga sebesar Rp61,3 miliar yang diambil dari refocusing anggaran APBD tahun 2020 sebesar Rp47 Miliar dan belanja tak terduga APBD induk tahun 2020 sebesar Rp14,3 miliar.

“Lalu juga dari relokasi anggaran tahun 2020 masing-masing OPD diantaranya bidang kesehatan, penanggulangan bencana, pelayanan umum dan penanganan serta operasional di Kecamatan sebesar Rp18,8 Miliar,”jelasnya.Melalui anggaran tersebut, kata dia, didapatlah besaran dana sekitar Rp80 miliar yang difokuskan untuk memerangi wabah Covid-19 di Kabupaten Muara Enim.

Hal tersebut disikapi langsung oleh ketua DPC Projo Muara Enim, Deny Eka Candra, SE Dari catatan lembaganya, selama sepuluh tahun terakhir terdapat sedikitnya 87 kasus korupsi dana bencana yang telah ditangani oleh kepolisian, kejaksaan, ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi.

“ Titik rawan korupsi dana bantuan bencana terletak pada tahap tanggap darurat, rehabilitasi, dan pemulihan atau rekonstruksi lokasi bencana. Karena alasan bencana dan darurat, uang jutaan bahkan miliaran rupiah sering digelontorkan tanpa pengawasan dan pertanggungjawaban yang jelas”. Jelas Deny

Menurut Deny, Nilai kerugian negara maupun praktik suap yang berkaitan dengan dana bantuan bencana beragam dari puluhan juta hingga miliaran rupiah. Badan Pemeriksa Keuangan pada 2005 mengungkapkan penyimpangan dana bencana tsunami di Aceh dan Nias mencapai lebih dari Rp 150 miliar. Pelaku korupsi dana bencana terdiri atas kepala daerah, pegawai dinas atau kementerian, serta pihak swasta dan pejabat pemerintah di badan penanggulangan bencana di daerah.

Sementara itu menurut regulasi antikorupsi, sesungguhnya ancaman hukuman bagi koruptor dana bencana sudah sangat menjerakan. Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahkan mengatur hukuman mati bagi pelaku korupsi dana bencana.

Deny juga menyayangkan, meskipun korupsi dana bantuan bencana marak terjadi dan belasan pelakunya sudah dibawa ke proses hukum, hingga saat ini belum ada satu pun koruptor dana bencana yang terbukti bersalah di pengadilan dan dijatuhi vonis hukuman mati.

Pada umumnya, vonisnya masih tergolong ringan. Rata-rata di bawah 5 tahun penjara. Ringannya hukuman dan tiadanya efek jera bagi pelaku tampaknya menjadi salah satu pendorong masih munculnya korupsi dana bencana di sejumlah daerah.

Ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah praktik korupsi dana bantuan bencana, termasuk dalam dana bantuan untuk penanganan virus corona yang akan segera dikucurkan pemerintah. Pertama, pemerintah dan lembaga penegak hukum perlu memberikan peringatan disertai sanksi tegas kepada pejabat yang melakukan korupsi dana bantuan bencana. Strategi ini diharapkan dapat menekan niat korupsi dana bantuan bencana.

Kedua, pengelolaan dana bencana harus transparan dan akuntabel. Tiap instansi yang terlibat dalam penanganan bencana harus mengumumkan secara terbuka penggunaan anggaran dan bersedia diaudit secara berkala. Hal ini penting untuk menghindari kecurigaan sekaligus menutup celah korupsi selama proyek dijalankan.

Ketiga, membuat suatu gugus tugas yang akan menerima pengaduan dari masyarakat dan mengawasi penggunaan dana khusus bencana. KPK dan kepolisian dapat saja membentuk tim gabungan untuk mengawasi penggunaan dana bencana penanganan virus corona. Jika ditemukan korupsi, gugus tugas ini dapat langsung melakukan proses penyelidikan untuk memberikan efek jera kepada koruptor dana bencana, yang nantinya harus dituntut dan divonis dengan hukuman seberat-beratnya bila perlu hukuman mati.(Daeng)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *