239 Ilmuwan Tantang WHO, Mereka Percaya Covid-19 Menular via Udara

Uncategorized136 Views
Pemerintah Indonesia dianggap belum memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menjalankan tatanan normal baru. Berikut ini perbandingan beberapa poin pedoman yang ditentukan WHO dengan kondisi di Indonesia.
Pemerintah Indonesia dianggap belum memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menjalankan tatanan normal baru. Berikut ini perbandingan beberapa poin pedoman yang ditentukan WHO dengan kondisi di Indonesia.

 Jakarta( Pijarnusa)  – Sekelompok ilmuwan menyatakan akan mempublikasikan sepucuk surat terbuka yang telah mereka kirim untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Surat itu berisi klaim yang memperingatkan bahwa virus corona jenis baru penyebab pandemi Covid-19 menyebar di udara. Artinya, virus itu bisa melayang-layang cukup lama dan ketika berada dalam jumlahnya yang cukup akan menginfeksi yang lain.

Surat itu, yang sebelumnya diberitakan Los Angeles Times dan New York Times, juga menuding WHO telah gagal untuk mengeluarkan peringatan yang seharusnya tentang risiko terinfeksi virus corona via penularan di udara tersebut. Kelompok ilmuwan itu menyerukan WHO merevisi rekomendasinya tentang potensi penularan SARS-CoV-2, nama yang diberikan kepada virus itu, sementara mereka berencana mempublikasikan isi surat itu dalam Clinical Infectious Diseases.

Menurut keterangan yang dibagikan Queensland University of Technology, surat itu ditandatangani 239 peneliti dari 32 negara terdiri dari ahli virology, fisika aerosol, dinamika fluida, epidemiologi, kedokteran, teknik bangunan. “Adanya transmisi di udara itu tak seharusnya membuat takut. Ini tidak seperti virus yang berubah. Tapi ini membuat kita paham cara melindungi diri,” kata Jose Jimene, professor kimia dan biokimia di University of Colorado, Amerika Serikat.

Saat ini, WHO dan juga Pusat Pengendalian dan pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) hanya memperingatkan bahaya penularan virus corona dari menghirupnya dalam muncratan air liur (droplet) ketika seorang yang sudah lebih dulu terinfeksi mengalami batuk, bersin, atau bicara.

Kelompok ilmuwan itu menyatakan petunjuk yang hanya memperingatkan dua jenis penularan itu telah mengabaikan bukti bahwa penularan via udara juga berperan kunci dalam penyebaran virus.

Dalam suratnya, mereka menggarisbawahi sejumlah studi yang bisa mendemonstrasikan bagaimana aerosol berisi virus itu melayang-layang di udara cukup lama, dengan ketinggian beberapa belas kaki (feet) di atas permukaan. Itu membuat ruangan yang tak memiliki ventilasi baik, bus-bus, dan ruang tertutup lainnya berbahaya—bahkan ketika orang-orang di dalamnya tetap menjaga protokol jaga jarak dua meter.

“Kami yakin 100 persen tentang ini,” kata Lidia Morawska, satu di antara pembuat surat itu. Morawska adalah professor ilmu atmosferik, teknik lingkungan, dan ilmu dan manajemen lingkungan di Queensland University of Technology, Brisbane, Australia.

Menurutnya, banyak otoritas negara-negara saat ini fokus pada mencuci tangan, jaga jarak sosial, dan penggunaan masker untuk antisipasi cipratan air liur. Terutama dua yang pertama dianggapnya tidak cukup untuk memberi perlindungan dari microdroplet asal saluran pernapasan seorang yang berisi virus corona.

Morawska dan lainnya menganggap penularan lewat udara itulah yang bisa menyawab kasus-kasus ‘superspreading’. Contohnya, yang terjadi di antara anggota anggota paduan suara di Washington, Amerika Seriakt. Saat latihan, kelompok paduan suara itu telah mengantisipasi dengan menggunakan hand sanitizer serta tidak bersalaman atau berpelukan satu sama lain. Tapi, dari 61 orang, 53 teruji positif Covid-19 dan dua orang telah meninggal.

Morawska mengatakan kalau dia dan ilmuwan lainnya ingin memperingatkan kalau ventilasi yang efektif dan berkecukupan akan bisa mitigasi penularan. Langkah paling sederhana disebutkannya menghindari kerumunan di transportasi atau ruang publik atau membuka pintu dan jendela.

Namun WHO bergeming. Badan PBB itu menjawab isi surat dengan mengatakan kalau 239 peneliti tersebut hanya mendasarkan argumennya kepada hasil uji di laboratorium, bukan bukti langsung dari lingkungan. Benedetta Allegranzi, pakar pencegahan infeksi di WHO, mengatakan kalau benar virus bisa menular lewat udara, jumlah kasus yang terjadi saat ini pasti jauh lebih besar dan penyebarannya lebih cepat lagi.

“Tapi kami berterima kasih atas opini dan menghargainya untuk perdebatan ini,” kata dia kepada The Times.

Sejak virus corona baru itu terdeteksi di Cina pada Desember lalu, pemahaman tentang penularannya terus berkembang. Awalnya, WHO and CDC mengatakan penggunaan masker oleh masyarakat berlebihan dan hanya merugikan pekerja medis yang sangat membutuhkannya.

Belakangan, CDC merekomendasikan penggunaan masker untuk mereka yang memiliki gejala Covid-19. Lalu pada April, setelah semakin jelas bukti orang tanpa gejala bisa menularkan virus itu, CDC menetapkan masker wajib dipakai oleh semua orang ketika protokol jaga jarak sulit dipenuhi–dan diikuti WHO. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *