Apa & Berapa  Dana Untuk Basmi Covid 19 Di Indonesia

OPINI284 Views

Opini ; Daeng Supriyanto

Awalnya Pemerintah memperkirakan anggaran yang bisa digunakan untuk menangani virus corona atau Covid-19 di Indonesia sebesar Rp 27 triliun. Dana tersebut bisa didapat dengan melakukan perubahan atau realokasi anggaran kementerian, lembaga serta pemerintah daerah, yang dinggap kurang penting di tengah merebaknya virus corona.

Ketika itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, saat ini dilakukan refocusing kegiatan dan belanja negara dalam rangka untuk penanganan Covid-19. Tujuannya supaya tidak ada alasan penangan virus corona tidak bisa dilakukan karena masalah anggaran, baik dari pusat maupun daerah.

Dirinya juga sudah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Di mana sebelumnya sudah keluarkan Permendagri Nomor 20/2020 untuk percepatan dan revisi alokasi APBD yang anggarannya akan diprioritaskan untuk virus corona.

“Untuk transfer ke daerah, yang diminta bisa gunakan APBD-nya. Kita estimasi ada Rp.17, 17 triliun untuk reprirotas penanganan Covid. Dalam hal ini dana bagi hasil termasuk cukai tembakau, dana bagi hasil SDA, dana bagi hasil SDA non migas, dana otsus, dan insentif daerah itu semua dapat dilakukan untuk penangan covid,” ujarnya.

Namun, pemerintah menyadari, tak hanya sektor kesehatan yang harus dicarikan solusi. Baru baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali tampil, menggelar video conference dari Istana Bogor, Jawa Barat. Berbatik coklat, Jokowi kembali menegaskan komitmen pemerintah memerangi penyakit akibat Virus Corona SAR-CoV-2 itu.

Secara tegas, Kepala Negara mengatakan penyebaran pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan perekonomian negara.

Ini pula yang pada akhirnya memaksa pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

“Karena situasi yang kita hadapi adalah situasi kegentingan yang memaksa kebutuhan yang mendesak maka Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu,” tegas dia.

Melalui Perppu, Dengan rincian, sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial.

Disisi lain ramai di beritakan Pemerintah menyiapkan anggaran untuk penanganan virus corona Rp 62,3 triliun. Dana ini bahkan diperoleh dari realokasi anggaran belanja kementerian dan lembaga yang dinilai bukan prioritas, seperti perjalanan dinas hingga sisa tender.

Sehubungan dengan semakin luasnya penyebaran wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang telah ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020, maka diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergi antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melakukan refocussing kegiatan, realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dituangkan ke dalam Impres No 4 TAHUN 2020 Dikeluarkan Pada Tanggal 20 Maret 2020

Mengutif dari pernyataan Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai, anggaran itu terlalu kecil jika dibandingkan yang dikeluarkan pemerintah Malaysia senilai 250 miliar ringgit atau setara Rp 925 triliun (kurs Rp 3.701 per ringgit).

Seharusnya, kata Fadhil, pemerintah Indonesia bisa mengguyur stimulus hingga Rp 1.000 triliun untuk menghasilkan outcome ekonomi yang positif, baik bagi dunia usaha maupun masyarakat.

“Saya memperkirakan stimulus yang dibutuhkan dan mau signifikan ke perekonomian, atau bisa menghasilkan outcome yang baik, pada kisaran Rp 600 triliun sampai Rp 1.000 triliun,” ujar Fadhil saat video conference, beberapa waktu lalu.

Meskipun, katanya, stimulus itu tak bisa dilihat hanya dari ukuran jumlah yang dikeluarkan. Jumlah kasus positif corona di Malaysia juga jauh lebih banyak dari Indonesia, yakni 2.161 kasus hingga Sabtu (28/3). Sementara di Indonesia 1.155 orang positif corona.

Tak hanya itu, pemerintah Malaysia juga melakukan karantina wilayah secara penuh atau lockdown sejak 18 Maret dan diperpanjang hingga 14 April 2020. Selama lockdown, Malaysia juga memberikan kebutuhan bahan pokok bagi warganya.

Namun menurut Fadhil, keputusan pemerintah Malaysia yang cepat menangani pandemi COVID-19 ini patut dicontoh Kabinet Indonesia Maju. Prioritas kesehatan merupakan yang utama, sehingga ekonomi akan berjalan jika pemulihan cepat dilakukan.

“Jadi tidak boleh kita ada pilihan ekonomi atau kesehatan. Harus melakukan pencegahan, penyebaran, dan penyelamatan dari COVID-19 yang utama. Dan sebetulnya, pada saat yang sama kita juga menyelamatkan perekonomian kita,” jelasnya.

Senada, Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik Rachbini menilai, kebijakan anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk penanganan virus corona ini terlihat ragu. Tak hanya itu, DPR selaku legislatif juga dinilai mengalami kebingungan untuk mengambil keputusan.

Awalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 19 triliun untuk penanganan corona, kemudian naik lagi menjadi Rp 27 triliun, dan terakhir naik menjadi Rp 62,3 triliun. Dana ini berasal dari realokasi anggaran belanja di kementerian dan lembaga yang dinilai bukan prioritas, seperti perjalanan dinas hingga sisa tender.

“Sudah saatnya alokasi anggaran harus melibatkan DPR dalam skala yang khusus dan besar. Jangan mengais-ngais anggaran sisa marginal yang tidak dipakai,” lanjutnya.

Didik mencontohkan, saat 2008 terjadi krisis ekonomi, pemerintah dan DPR secara tegas memotong anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar 10 persen. Menurut Didik, seharusnya pemerintah dan DPR bisa memutuskan memotong hingga 20 persen anggaran kementerian dan lembaga dan mengalihkannya untuk penanganan corona.

Adapun total APBN pada 2020 senilai Rp 2.540,4 triliun. Dari total anggaran tersebut, belanja pemerintah pusat, mencakup anggaran kementerian dan lembaga jumlahnya Rp 1.683,5 triliun.

“Penghematan harus dilakukan, alokasi anggaran untuk krisis ini perlu segera dilakukan, tidak maju mundur tanpa kejelasan anggaran seperti sekarang ini. Sehingga dokter-dokter harus berteriak meminta alat pelindung diri, juga rumah sakit kekurangan obat,” jelasnya.

Tak hanya dari sisi anggaran, Didik juga menilai pemerintah terlalu angkuh menyatakan tak ada karantina secara penuh atau lockdown.

Padahal, sejumlah pihak telah menyarankan agar pemerintah segera melakukan lockdown demi meminimalisir penyebaran COVID-19. Termasuk saran dari mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), yang dinilai diabaikan pemerintah. Bahkan menurut Didik, saran JK itu ditanggapi secara politis oleh pemerintah.

“Tetapi saran JK lebih ditanggapi dengan sifat yang politis karena mengikuti saran itu seperti tersubordinasi. Publik juga terbelah secara politik, satu kelompok adalah pengikut anti-lockdown yang menyerang ahli-ahli pemberi saran lockdown,” kata dia.

Dalam situasi saat ini, sektor informal paling terdampak. Pemerintah diminta membuat kebijakan agar ekonomi tak terjerumus krisis, meskipun perlambatan ekonomi sulit dicegah.

“Kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan yang bersifat solidaritas, yaitu solidaritas terhadap golongan bawah, pengusaha kecil, pekerja informal, para pengangguran,” tutur Didik. Meski demikian, Didik mengapresiasi sejumlah paket stimulus yang dikeluarkan pemerintah. Namun pemerintah dinilai harus lebih cepat dan tak ragu mengambil sejumlah keputusan saat ini untuk menangani dampak virus corona.

“Karakteristik wabah ini berkembang cepat dan masih, tetapi karakter pemerintah lelet. Untuk memutuskan lockdown saja harus berdebat politis tidak ada ujungnya sehingga tidak mendapat kepercayaan dan dukungan masyarakat secara penuh,” kata Didik. “Mirip dengan pemerintah Italia, yang ragu-ragu mengambil keputusan sampai penyebaran sangat meluas dan menelan ribuan korban. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” tambahnya.

Disisi lain sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan anggaran pemerintah untuk proses pencegahan dan penanganan virus corona atau Covid-19 di Indonesia mencukupi.

Pramono mengatakan bahwa dalam rapat sidang kabinet paripurna beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo telah menekankan bahwa anggaran untuk pencegahan dan penanganan virus corona di Indonesia harus tersedia, sehingga, kata dia, hal tersebut tidak perlu menjadi isu yang harus dipersoalkan di tengah masyarakat.

Lebih lanjut Pramono mengatakan bahwa saat ini anggaran untuk pencegahan dan penanganan virus corona di dalam negeri telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan.

Kami sendiri mengapresiasi saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberi enam usulan kepada pemerintah terkait penanganan virus corona atau Covid-19.

Untuk itu beberapa saran berikut mungkin sangat patut untuk dipertimbangkan dan disepakati oleh para Stake Holder yaitu:

  1. melakukan total lockdown di seluruh negeri dan atau local lockdown untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan pertimbangan dari para ahli.
  2. melakukan realokasi terhadap seluruh dan atau sebagian anggaran infrastruktur yang ada sekarang ini untuk dipergunakan bagi kepentingan memutus mata rantai penyebaran virus corona.
  3. menunda penggunaan rencana anggaran pemindahan ibu kota untuk yang tahun 2020 ini seluruhnya dan atau sebagiannya bagi dipergunakan untuk menolong ekonomi rakyat dan memulihkan perekonomian nasional.
  4. mengalihkan seluruh dan atau sebagian anggaran yang diperuntukkan bagi desa dan kelurahan bagi menolong rakyat setempat selama masa lockdown.
  5. memanggil para pengusaha besar dan mewajibkan mereka untuk memberikan bantuan bagi penanganan kasus corona dan mengatasi persoalan ekonomi yang dialami oleh masyarakat lapis bawah.
  6. menindak dengan tegas siapa saja yang tidak mematuhi anjuran dan ketentuan dari pemerintah tentang lockdown ini.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *