DS Bantah Dirinya Preman, Tapi Paguyuban 33

Garut (Pijarnusa.com) – Menindaklanjuti pemberitaan diberbagai media online ternama yang dirasa tidak memakai kode etik jurnalistik dengan menampilkan judul tiga preman dan inti pemberitaan bahwa ketiganya mengaku-ngaku sebagai wartawan ketika melakukan kegiatan Paguyuban 33, di headline newsnya perusahaan-perusahaan media ternama tersebut yang mendapatkan rilis dari Saber Pungli Provinsi Jawa Barat, tim gabungan dari beberapa media online coba wawancarai DS di kediamannya.

DS yang notabene seorang wartawati handal dari salahsatu perusahaan media online ternama angkat bicara, “Saya tegaskan ke semua rekan-rekan bahwasanya apa yang menjadi pemberitaan di media online yang sudah beredar itu ada banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi Keterangan kami bertiga ketika dimintai keterangan oleh pihak-pihak terkait pada saat itu,” tegasnya.

“Saya akui bahwa Paguyuban 33 belum memiliki legalitas resmi, akan tetapi kami tidak bekerjasama dengan pihak instansi dan institusi manapun ketika kami melakukan kegiatan kami tersebut ataupun menyetor ke suatu instansi/institusi manapun hingga kami sewenang-wenang dan didugakan dengan penekanan dan memeras para supir”. Tegasnya.

“Perlu dikonfirmasi bahwasanya saya tidak mendirikan sendiri paguyuban 33 tersebut. Intinya saya ditunjuk oleh mereka karena awalnya saya membantu salahsatu sopir yang saya kenal ketika mengalami kecelakaan di awal Januari 2019, dan dari sanalah mereka akhirnya menunjuk saya untuk menjadi ‘ibu dan bapak’ bagi mereka dan soal iuran pun itu tidak ditentukan nominalnya tergantung dari pemberian mereka ketika mereka punya lebih dari penghasilan mereka,” ungkap DS.

DS menambahkan bahwasanya soal iuran itu adalah variatif, dari Rp.5000,00 (Lima ribu rupiah) – Rp.10.000,00 (Sepuluh ribu rupiah), sampai ada yang memberi Rp.20.000,00 (Dua puluh ribu rupiah), dan tidak setiap hari mereka memberikan atau menyetor, apalagi jika mereka sedang off atau tidak beroperasi mengangkut penumpang, jelas salah dan bertolak belakang dengan apa yang menjadi pemberitaan selama ini.

“Soal OTT dan dibilang saya menggunakan Panji media (wartawan/wartawati) ketika melakukan kegiatan Paguyuban 33 itu salah. Para penyidik tersebut bisa mengetahui saya sebagai wartawan itu ketika IM sudah dibawa ke salahsatu kantor kepolisian sektor yang berada wilayah hukum kab.Garut, saya ditelpon melalui ponsel IM dan saya disuruh datang, lalu saya bilang bahwa saya sedang melakukan kegiatan sebagai wartawan ke salahsatu instansi kab.Garut. Jadi saya tegaskan kembali, saya tidak pernah memakai lembaga atau kartu identitas saya sebagai wartawan ketika melakukan kegiatan Paguyuban 33, dan saya tidak di OTT(Operasi Tangkap Tangan),” tambahnya.

DS menyayangkan dengan apa yang menjadi pemberitaan diberbagai media online ternama tersebut, “Saya bertiga kaget setelah dikasih kabar oleh rekan-rekan saya bahwa bermunculan pemberitaan tentang kami bertiga, karena ketika dimintai keterangan dan saya sempat meminta untuk tidak dijadikan pemberitaan, salahsatu dari pihak mereka menyebutkan bahwa itu hanya untuk bahan dokumentasi saja dan tidak untuk dijadikan publikasi”.

DS menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui perihal sopir-sopir yang ada di dalam headline news media-media online tersebut, dan menerangkan bahwa jika pun para sopir tersebut yang dimintai keterangan oleh pihak Saber Pungli, “Saya tidak kenal mereka, mereka bukan termasuk dipaguyuban kami dan artinya tidak pernah kami mintai iuran. Jika saya ingat-ingat para sopir tersebut justru masuk ke Paguyuban lainnya, tapi kenapa Paguyubannya tidak dipanggil dan diperiksa juga?”

Ucapan DS dengan tidak mengenal sopir-sopir yang ada dalam penayangan pemberitaan media-media online yang diduga menjadi narasumber yang melaporkan DS dan kawan-kawan, dibuktikan juga dengan surat pernyataan dukungan para sopir-sopir paguyuban 33 yang secara sukarela memberikan dukungan dengan tandatangan setelah mendengar DS sempat menjadi titipan di salahsatu institusi tinggi wilayah hukum Garut

Tidak hanya DS, IM dan MK membenarkan ketika diwawancarai ditempat berbeda bahwa mereka kaget dan membantah dengan pemberitaan tersebut, yang pertama soal bermunculannya pemberitaan tentang mereka dibeberapa headline news media-media online yang mana mereka pun mendengar bahwa itu hanya untuk bahan dokumentasi saja, dan perihal isi berita yang tidak sesuai dengan apa yang mereka berikan keterangan kepada pihak-pihak terkait tersebut.

Salahsatu Pimpinan media online ternama, Agus Nainggolan mengungkapkan, apa yang terjadi terhadap DS dan kawan-kawan dengan kegiatan Paguyuban 33-nya itu adalah suatu hal yang semestinya harus menjadi bahan evaluasi pihak saber pungli, bahwasanya kegiatan mereka itu tidak melibatkan suatu instansi/institusi atau berlindung dibalik suatu kekuasaan, pangkat, jabatan hingga mereka memeras dan menekan hingga hasilnya disetorkan kepada suatu instansi/institusi demi mendapatkan perlindungan.

“Paguyuban 33 itu jika terbentuk atas nama-nama Sopir dan untuk sopir tapi menunjuk DS dan kawan-kawan untuk membantu para sopir tersebut ketika mengalami kecelakaan ataupun kesulitan, bisa disebut sebagai arisan,” tegasnya.

Agus Nainggolan menambahkan, tidak semua organisasi harus berbadan hukum, “dalam UU sangat jelas tercantum bahwa setiap warga negara berhak untuk berkumpul dan berserikat, membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri dan tidak bisa diintervensi pihak manapun selama tidak bertentangan dengan UU 45 dan merugikan pihak lainnya”.

Terpisah, Asep Nana Saefuloh Wapimred swarapelita.com angkat bicara terkait kasus tersebut. “Sebagai sahabat DS saya saksinya ketika saya diminta DS untuk mengantar mengurusi unit kendaraan angkutan elf yang mengalami kecelakaan, dan diamankan di berbagai institusi Polri diberbagai wilayah hukum, DS tidak pernah memakai identitasnya sebagai wartawan meski ada sebuah kemitraan antara wartawan dengan institusi atau instansi, yang artinya jika permasalahan bisa untuk dimediasi ada hal yang bisa saling bantu antara wartawan dengan institusi/instansi manapun.”

“Justru ketika ada sedikit kesulitan, saya yang buka bicara kepada salah satu petugas institusi yang ditemui DS, bahwa DS adalah sahabat saya yang notabene para petugas/pejabat institusi mengetahui saya sebagai wartawan dan mitra dari mereka agar bisa membantu DS memberikan penerangan kepada DS apa saja yang harus ditempuh saat DS membantu para sopir-sopir tersebut,” ucap Asep.

Asep yang mewawancarai DS, sangat menyayangkan ketika ada pernyataan dari DS saat dititipkan di salahsatu institusi tinggi wilayah hukum Garut, diduga ada salahsatu petugas yang sedang menangani kasusnya itu seakan tidak mengijinkan DS untuk beribadah sholat, meski DS meminta ijin untuk sholat, seakan-akan ada ketakutan DS kabur atau menghilangkan barang-bukti, setelah 15 menit berlalu, barulah dari pihak Kejati dengan kebijaksanaan dan melihat unsur norma-norma hak untuk menjalankan ibadah, mengijinkan DS untuk sholat.

“Ketika saya wawancarai, DS menyampaikan bahwa dirinya sudah kooperatif dan akan tetap kooperatif siapapun yang akan meminta keterangan darinya,” tutupnya.

(Asep NS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *