KONI Sumsel :  Ubah Paradigma Pisau di Pinggang Dengan Olahraga

Palembang, (Pijarnusa) – Kemajuan sebuah kota tidak secara otomotis mengubah kebiasaan buruk masyarakatnya, terbukti di Kota Palembang, Sumatera Selatan, warganya masih banyak yang terjaring membawa senjata tajam, terutama jenis pisau yang diselipkan di pinggang.

Warga Palembang, terutama laki-laki, banyak terjaring membawa senjata tajam ketika melakukan berbagai aktivitas di pusat kota, seperti belanja, bekerja, jalan-jalan bersama keluarga dan teman, serta pada saat menghadiri pesta pernikahan, acara hiburan rakyat, dan berada di tempat keramaian lainnya.

Senjata tajam hendaknya dibawa pada tempatnya, seperti melakukan aktivitas di kebun dan hutan, bukan dibawa sembarangan karena sangat berbahaya, berpotensi disalahgunakan yang dapat mengakibatkan orang mengalami luka tusuk dan kehilangan nyawanya.

Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol. Priyo Widyanto melihat tingginya kasus pembunuhan dampak kebiasaan membawa pisau di pinggang menjadikan permasalahan tersebut untuk masuk sebagai salah satu program prioritas yang harus segera ditangani.

Langkah pertama untuk menghilangkan kebiasaan buruk masyarakat membawa pisau di pinggang, mantan Kapolda Kalimantan Timur itu meminta dukungan anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan serta mengadakan acara Focus Group Discussion (FGD) di Holtel Aston Palembang, Kamis(6/2).

Dalam Undang-Undang Darurat No.12/1951 menyebutkan bahwa barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk dalam pasal tersebut, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib.

Melalui kegiatan Diskusi tersebut, diharapkan secara bertahap menghilangkan kebiasaan buruk masyarakat membawa pisau dan senjata tajam lainnya tidak pada tempatnya, apalagi di pusat keramaian.

Pada kesempatan itu, Kebiasaan oknum warga Sumatera Selatan membawa pisau di pinggang menjadi sorotan Gubernur Sumsel Herman Deru. Pasalnya, fenomena itu berpotensi tinggi terjadinya tindak pidana.

Deru mengaku cukup terusik dengan anggapan banyak orang terhadap daerahnya yang dipimpinnya terkenal dengan aksi kejahatan. Apalagi, citra buruk muncul dengan istilah menyelesaikan masalah dengan senjata tajam.

Menurut dia, penggunaan senjata tajam dalam menyelesaikan konflik semestinya harus dihindari. Keterbukaan informasi dan perubahan zaman harus diikuti sikap positif dan pendewasaan diri.

“Komunikasi dengan kekerasan sudah tidak laku lagi. Pola pikir orang dulu semakin keras semakin hebat dan kaya, itu zaman dulu. Sekarang kalau keras akan dijauhi orang,” kata dia.

Deru menilai kebiasaan masyarakat Sumsel membawa pisau di pinggang mulai terjadi penurunan. Untuk menghilangkan kebiasaan itu, diperlukan pemahaman dari pimpinan daerah dan juga psikolog terhadap masyarakat.

“Saya kira citra Sumsel soal tujah menujah, pagas, basai (tusuk) harus berkurang. Jika tidak, bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya.

Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi mengatakan, tindak pidana jalanan atau pertikaian antar warga seperti curas, curat dan penganiayaan, menjadi atensi penegak hukum. Sebab, aksi kejahatan seperti itu cenderung cukup tinggi di wilayah Sumsel.

“Ini harus segera ditangani, pola pikir masyarakat harus diubah, harus dihentikan,” ujarnya.

Hanya saja, Supriadi menilai pisau di pinggang bukan budaya tetapi hanya kebiasaan buruk masyarakat setempat.

“Dulu Sumsel ini banyak hutan, jadi untuk menjaga diri warganya bawa Sajam. Tapi sekarang ada pergeseran, sajam justru untuk membunuh orang,” kata dia.

Ketua Umum KONI Sumsel Hendri Zainuddin melalui Sekretaris Umumnya Suparman Roman, akan menggelorakan olahraga di Sumatera  Selatan, “Saat ini Sumsel sudah memiliki fasilitas olahraga yang lengkap dan berskala internasional. Nah, ini tentunya harus dimanfaatkan,” pungkasnya

Setiap hari, ada-ada saja kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering kita lakukan – malas olahraga, kurang minum air putih, lupa sarapan, atau bahkan sering mengeluh. Saking seringnya, kita menganggap bahwa hal-hal itu adalah bagian dari rutinitas yang sah-sah saja untuk dilakukan.

Namun, ada saat dimana kita akan menyadari bahwa hidup sebenarnya bisa lebih baik jika kita bisa mengubah kebiasaan-kebiasaan itu. Nah, demi hidup yang lebih baik, KONI siap memulai merubah kebiasaan-kebiasaan buruk oknum warga Sumsel dengan berolah raga, sehingga dapat menimbulkan mental sportivitas yang tinggi.

“Kebiasaan warga yang masih memakai budaya pisau di pinggang kebanyakan di karenakan tidak memiliki kepercayaan diri dan mental yang sangat labil, oleh karena itu tidak lain yang bisa merubah mental tersebut datang dari diri sendiri yang diiringi dengan aktivitas yang posifit seperti olah raga.” Tegas Parman.(daeng).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *